Cerita Il-Postino

Oleh Sinta Ridwan |

Ceritanya ini ngulas buku Il Postino. Pengarangnya Antonio Skarmeta, penerjemahnya Noorcholis dari Penerbit akubaca, yang terbit pada 2002.

Cerita Il Postino

Senyum terakhir saya menandakan kesetujuan akan rekomendasi kekasih saya lengkap dengan komentar-komentarnya mengenai buku yang baru saja selesai saya baca. Il Postino karya Antonio Skarmeta.

Saya sedang belajar mereview atas apa saja yang telah saya baca. Dan saya memulai dari kekaguman mengenai isi tulisan buku yang bercerita tentang tukang pos ini, dan sudah dapat ditebak akhir tulisan saya juga pasti akan berisi kekaguman juga.

Ketika mata kekasih saya berbinar-binar saat bercerita tentang buku ini, dan sedikit memaksa saya untuk membacanya, saya mengerti sekali kenapa dia berbinar seperti itu. Malah saya sempat mencurigainya untuk menyuruh saya menjadi penyair kominis (walau terlihat sudah ngominis, bukan dalam puisinya tapi) namun saya bersyukur meluangkan waktu 4 malam untuk membacanya.

Buku Il Postino atau Mr. Postman ini sudah dibuat filmnya, bahkan ada beberapa versi. Tapi saya mau menikmati dulu versi novelnya. Ceritanya mengenai perjalanan hidup tukang pos yang hanya mengantar satu surat untuk seorang penyair beraliran kiri yang sedang menyepi, Pablo Neruda.

Dari Don Pablo lah, Mario—nama tukang pos itu—belajar apa itu puisi dan bagaimana menemukan isi puisi, seperti menciptakan metafor. Hingga perjalanan cinta dan tergambarkan dengan jelas bagaimana keadaan negara Chili pada era 60-an hingga 70-an, ketika kekuasaan sempat dipegang oleh kominis, dan presiden yang notabenenya adalah sahabat Don Pablo yang mati ditembak oleh kudeta yang “dibiayai” Amerika.

Jalan cerita yang tidak bisa diduga, dan yang paling saya kagumi adalah, proses menulis puisi itu sendiri. Jelaslah kepada baris-baris ciptaan Skarmeta yang, wow, saya hanya bisa mengucapkan itu. Hahaha, saya tidak bisa mengungkapkannya dengan jelas mengenai perasaan saya ketika membaca contoh-contoh puisi yang diutarakan Neruda, dan goresan-goresan Skarmeta yang sangat puitis sekali, juga di saat dia bercerita hal yang biasa pun dibuat sangat indah oleh pilihan katanya yang, edun lah.

Seperti contoh ini:

“Ia mengamati truk itu lenyap ditelan jalan tak beraspal dan berharap agar debu beterbangan yang ditinggalkan truk tersebut menguburnya seolah ia telah mati.”

Luar biasa memang kalimat yang hanya menggambarkan truk itu pergi meninggalkan saja. Skarmeta yang malas menulis banyak itu membuat saya mengaca diri sendiri mengenai bagaimana cara menulis yang spesial itu. Dan saya sangat menyadari bahwa saya terlambat untuk membaca Il Postino ini, tapi tak apalah ya, saya sekarang akan memburu filmnya. Biar lengkap sudah.

Seperti pada awal cerita ini, saya pasti akan terus mengutarakan kekaguman akan seluruh komponen buku ini, mulai dari penulisnya, kata-kata pilihannya, jalan cerita, seting tempat dan waktu, tokoh-tokoh, sejarah di belakangnya, wah lengkap deh. Pokoknya saya suka buku ini.

Saya menjadi sedikit tahu mengenai Don Pablo, apalagi ketika dia mengucap kalimat ini.

“Puisi tidak akan dilantunkan dalam kesia-siaan.”

Hill Top View, 16 Februari 2011

Kategori: Tulisan dan Ulasan.