Barus: Titik Gerbang

Dirangkai oleh Sinta Ridwan |

Mengingat Kembali Barus Sebagai Titik Nol Gerbang Islam Nusantara 

- untuk ceritarempahbarus.org | Rilis 25 Maret 2021 |

Momentum besar terjadi di Barus empat tahun yang lalu, ketika Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana bukan hanya melakukan kunjungan kerja di Tapanuli Tengah, usai meninjau Waduk Sei Gong dan kegiatan lainnya. Keduanya juga sekaligus meresmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara di Barus, tepatnya pada 24 Maret 2017.

Monumen yang memiliki tiga tiang penyangga bola dunia ini memiliki filosofi adat Batak yang menjadi kearifan lokal masyarakat, yakni adat Dalihan Na Tolu, yang berarti tungku yang berkaki tiga. Tungku berkaki tersebut merupakan filosofi kedua dalam kehidupan masyarakat Batak yang esensinya terbagi tiga, yaitu Somba Marhula-hula (Tulang), Elek Marboru (Boru), dan Manat Mardongan Tubu (Semarga) yang menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah Hendri Susanto Tobing saat menjelaskan makna filosofinya kepada Liputan 6 (24/3/2017), ketiganya merupakan esensi yang tentunya memiliki hak dan kewajiban yang terstruktur dan bersifat tetap.

Somba Marhula-hula ialah istilah pertama yang bermakna bahwa kita harus menghormati hula-hula kita, yaitu saudara laki-laki dari pihak istri. Kemudian Elek Marboru sebagai istilah kedua yang bermakna kelemah-lembutan dalam bersikap terhadap boru perempuan yang merupakan saudara perempuan kita. Ketiga Manat Mardongan Tubu, istilah terakhir ini bermakna kita harus akur terhadap saudara yang semarga.

Peresmian Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara di Kelurahan Pasar Baru Gerigis, Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Kompas, 18/10/2018) oleh Presiden Joko Widodo pada 2017 ini merupakan ‘titik awal’ upaya mengangkat kembali kawasan Barus sebagai pintu gerbang masuknya agama Islam di Nusantara dan ‘langkah pertama’ dimulainya pembangunan infrastruktur agar kawasan tersebut tumbuh dan berkembang.

Seminggu sebelumnya (15/3/2017) Presiden Joko Widodo diundang untuk menghadiri Silaturahmi Nasional (Silatnas) oleh Dewan Pimpinan Pusat Jamiiyah Batak Muslim Indonesia (DPP JBMI) di Istana Merdeka. Selain lawatan sekaligus meresmikan titik nol awal mula Islam di Nusantara yang digelar di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara pada 24-25 Maret 2017.

Dalam pandangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kegiatan peresmian Titik Nol Tugu Islam Indonesia ini disebut Titik Nol Islam Nusantara, seperti yang dikatakan Ketua DPP JBMI, Albiner Sitompul kepada NU Online. Dinyatakan pula bahwa konsep yang dikembangkan dan dibawa adalah sesuai dengan tema Indonesia Martangiang.

Martangiang berasal dari bahasa Batak yang artinya berdoa, tema ini terkait dalam kesepakatan terhadap perbedaan, kebersamaan, persaudaraan, menuju Indonesia Gemilang (antaranews.com, 15/3/2017). Kegiatan Presiden Joko Widodo pada saat kunjungan di beberapa lokasi cukup padat, salah satunya mengunjungi kawasan objek wisata religi Pemakaman Mahligai dengan menggunakan helikopter VVIP Super Puma (detikNews, 24/3/2017).

Kunjungan ini didampingi pula Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Salah satu alasan kuat mengunjungi Kompleks Pemakaman Mahligai ini karena merupakan salah satu situs sejarah tertua di Indonesia yang juga menjadi cagar budaya. Pemakaman ini pertanda peradaban Islam sudah masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M. Salah satu nisan di makam tersebut bertanggal 48 Hijriah atau 661 M (kemdikbud.go.id, 25/3/2017).

Hingga masa kini, kawasan Barus memiliki penduduk yang beragam, mulai dari etnis Batak, Minang, Jawa, dan lainnya, menurut Uky Firmansyah Rahman Hakim dalam artikelnya yang berjudul “Barus sebagai Titik Nol Islam Nusantara: Tinjauan Sejarah dan Perkembangan Dakwah” (2019: 171). Dilanjutkan olehnya, masyarakat Barus membangun perekonomian melalui berbagai mata pencaharian, yaitu petani, nelayan, wiraswasta, pegawai pemerintahan, dan lainnya.

Agama yang dianut mayoritas adalah Islam dan Kristen, meski terdapat perbedaan agama, masyarakatnya tetap saling bergantung satu sama lain, saling memahami, saling menghargai dan terlihat harmonis. Menurut Rahman Hakim, masuknya Islam ke Indonesia pernah dikaji khusus dan disajikan pada satu seminar ilmiah yang diselenggarakan pada 1963 di Medan.

Hasil dari seminar tersebut di antaranya adalah: (1) Islam kali pertama masuk ke Indonesia pada 1 Hijriah atau abad ke-7 M, dan langsung dari Timur Tengah; (2) Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah Pesisir Sumatera Utara; dan (3) Para dai pertama mayoritas adalah para pedagang. Pada saat itu disebarkan secara damai.

Disebutkan pula oleh Rahman Hakim, informasi adanya kunjungan Barus secara langsung oleh pedagang Tionghoa masa lampau dan India ketika mencari damar dan kapur barus yang paling tinggi mutunya (2019: 172). Khususnya masuknya Islam dengan bukti peninggalan Kompleks Pemakaman Mahligai yang dikunjungi Presiden Joko Widodo dan Situs Makam Papan Atas atau Tangga Seribu bahwa awal singgahnya pedagang Timur Tengah di Barus yang pergi berdagang ke Tiongkok. Salah satu kisahnya adalah seorang pedagang Timur Tengah yang bernama Wahab bin Abuu Kasbah dan rombongannya ingin berdagang ke Tiongkok dan singgah di Pulau Morsala, yang letaknya antara pantai Barus dan Sibolga (2019: 173).

Jejak peninggalan peradaban Islam di Barus salah satunya adalah inskripsi makam Mahligai. Masyarakat meyakini makam-makam tersebut adalah para pedagang Timur Tengah yang menyebarkan Islam ke Barus dan pernah menjalin perdagangan antara masyarakat setempat hingga daerah sekitarnya. Kalimat iman dan syahadat merupakan kalimat yang paling dominan ditemukan pada inskripsi di pemakaman tersebut (2019: 174-175).

Selain itu ada area pemakaman Tuan Makhdum yang juga pada nisannya jika diterjemahkan menjadi: “Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah” di seluruh sisinya dan yang terjemahan inskripsi lain bertuliskan, “yang memiliki kekuasaan, memiliki kebesaran dan kemuliaan”. Sementara yang lainnya lagi ada yang terjemahannya: “Sungguh, kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”. Ada pun terjemahan lainnya adalah kutipan Alquran yaitu: “Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah,” dan sebuah hadis yang bertuliskan terjemahannya: “Orang mukmin itu hidup di dunia zaman” (2019: 176-177).

Bahkan terdapat inskripsi ketiga di bagian kepala terjemahannya: “Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah, bersabda semoga keselamatan baginya; orang-orang beriman itu tidaklah meninggal dunia, akan tetapi berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (Rahman Hakim menyantumkan kajian Masmedia Pinem, yang berjudul “Inskripsi Islam pada Makam-Makam Kuno Barus”).

Peninggalan-peninggalan tersebut mengindikasikan kawasan Barus sebagai tempat singgah, pintu masuknya agama Islam kali pertama di Indonesia, yang menerima dan didatangi sebagaimana fungsi bandar atau pelabuhan, kemudian baru penyebaran Islam di daerah lain hingga mencapai puncaknya. Hal ini sesuai dengan tugu yang diresmikan Presiden Jokowi sebagai Titik Nol Islam Nusantara sebagai pintu masuk.

Artinya adalah tentu saja ini tidak mengklaim bahwa di tempat ini agama Islam mengalami puncak kejayaan. Sebagai pintu masuk dan tempat singgah itulah fungsi Barus di sini, karena itu pulalah di Barus banyak berdatangan bukan hanya pedagang Timur Tengah dan bukan hanya agama Islam yang singgah di bandar Barus. Apakah Barus juga dianggap sebagai pintu masuk agama selain Islam kali pertama? Atau sebagai kawasan arus kedatangan perdagangan masa-masa awal? Hal ini perlu penelitian lebih dalam lagi. Jika saja kedatangan beberapa agama dalam masa yang sama atau bahkan lebih dulu, perlu dibangun tugu-tugu titik nol untuk agama lainnya juga.

Kembali mengingat peristiwa empat tahun lalu, di mana pada acara peresmian, Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi mengatakan, “Selama 71 tahun Indonesia merdeka, baru kali ini mendapat kunjungan dari orang nomor satu di Indonesia.” (24/3/2017). Tengku Erry pun menyatakan, Barus masih menyimpan misteri dan pemakaman kuna yang masih bisa ‘digali’, hingga kini Barus menjadi percontohan harmonisasi Negeri Berbilang Kaum di Sumatera Utara. Semua etnis hidup bersama dengan damai, tidak ada pertikaian. Diharapkan menjadi contoh bagi harmonisasi kehidupan antarumat beragama.

Presiden Joko Widodo pun menitipkan harapan bahwa peresmian tugu ini, “Mengingatkan kita semua bahwa bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam suku dan agama. Suku di Indonesia saja ada 714 suku. Kita ini beragam. Anugerah yang diberikan Allah. Kalau kita damai akan jadi kekuatan besar, potensi besar,” (kemendikbud.go.id, 24/3/2017). Ditambahkan pula, kunjungan dan peresmiannya Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara di Barus ini membuat masyarakat untuk tidak melupakan sejarah yang ada di Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Setelah empat tahun berlalu, ada suatu pertanyaan, apakah ada kemajuan dan terjadi perkembangan di kawasan Barus setelah peresmian tugu tersebut? Misalnya kenaikan wisatawan lokal dan mancanegara yang datang mengunjungi kawasan Barus dan tugu tersebut secara khusus dan secara umum tempat-tempat wisata lainnya seperti Benteng Portugis, pemakaman yang lain seperti Tuan Ibrahimsyah atau Tuan Batu Badan, mendatangi pontensi wilayah alam seperti keindahan alam bawah laut di sekitar Pulau Badalu, dan objek wisata lainnya seperti Pantai Bosur, Air Terjun Sihobuk, Pantai Kalangan, Pantai Pandan, Pantai Binasi, Pantai Kedai Gedang, Pantai Sitiris-Tiris, serta Pulau Putri dan Air Terjun Pulau Mursala.

Peningkatan ini tentu akan berpengaruh langsung kepada peningkatan kehidupan dan ekonomi masyarakat Barus sendiri. Pun ditambah pertanyaan yang lain lagi, seberapa banyak peningkatan penelitian dan pengkajian yang mendalam khusus mengenai sejarah dan peninggalan di kawasan Barus seperti yang diharapkan Tengku Erry Nuradi setelah empat tahun berlalu? (SINRID)

Referensi:

Rahman Hamim, Uky Firmansyah. (2019). Artikel “Barus sebagai Titik Nol Islam Nusantara: Tinjauan Sejarah dan Perkembangan Dakwah” dalam Jurnal Ilmiah Syiar Jurusan Dakwah, FUAD, IAIN Bengkulu Vol. 19, No. 02, Desember 2019; hlm. 168-181.

Saleh, MA., Dr. H. Bahrum. (2020). Barus Sebagai Titik Nol Peradaban Islam di Nusantara. Kajian Akidah dan Implikasinya terhadap Perkembangan Keberagaman Masyarakat Islam di Barus. Medan: Perdana Publishing.

Presiden Jokowi dan Mendikbud Resmikan Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara. kemdikbud.go.id – 25 Maret 2017. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/03/presiden-jokowi-dan-mendikbud-resmikan-tugu-titik-nol-peradaban-islam-nusantara diakses pada 24 Maret 2021 pukul 21.01 WIB.

Jokowi Resmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara di Tapanuli Tengah. Liputan 6 – 24 Maret 2017. https://www.liputan6.com/news/read/2897394/jokowi-resmikan-tugu-titik-nol-islam-nusantara-di-tapanuli-tengah diakses pada 24 Maret 2021 pukul 19.26 WIB.

Barus, Titik Nol Islam Nusantara. Kompas – 18 Oktober 2018. https://foto.kompas.com/photo/read/2018/10/18/15398309830ed/Barus-Titik-Nol-Islam-Nusantara diakses pada 24 Maret 2021 pukul 19.40 WIB.

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara di Barus. NU Online – 15 Maret 2017. https://www.nu.or.id/post/read/76160/presiden-jokowi-bakal-resmikan-tugu-titik-nol-islam-nusantara-di-barus diakses pada 24 Maret 2021 pukul 19.59 WIB.

Naik Helikopter, Jokowi Datangi Makam Mahligai Barus Tapteng. detikNews – 24 Maret 2017. https://news.detik.com/berita/d-3456003/naik-helikopter-jokowi-datangi-makam-mahligai-barus-tapteng diakses pada 24 Maret 2021 pukul 20.24 WIB.

Presiden Jokowi Diundang Resmikan Titik Nol Islam Nusantara. antaranews – 15 Maret 2017. https://www.antaranews.com/berita/618184/presiden-jokowi-diundang-resmikan-titik-nol-islam-nusantara diakses pada 24 Maret 2021 pukul 20.51 WIB.

Dirangkai pada 24 Maret 2021 di Surya Mulia IV, Jakarta Barat (Sinta Ridwan)

Karena belum pernah mengunjungi Barus secara langsung, menggunakan foto yang diambil oleh Dr. Tompi featuring Indonesia Kaya pada 21 November 2019.

Kategori: Barus dan Tulisan.