Warisan Intelektual

Oleh Sinta Ridwan |

Ceritanya ini mau nulis esai, tetapi kayaknya harus banyak belajar lagi. Tulisan ini dikirim ke Kompas dan tentu saja tidak diterima, hahaha. Hanya saja ini benar-benar berasal dari kegelisahanku.

Sebagai Warisan Intelektual

Keberadaan kami perlahan sudah terlupakan oleh zaman. Terabaikan dan perlahan melapuk. Kami hanya menjadi tontonan sekilas saja. Penantian panjang kami beratus-ratus tahun lamanya untuk diteliti dan dikenali semakin kabur dan melebur bersama debu.

Terkurung dalam kotak kayu, balutan kain putih atau telanjang sama sekali. Debu menempel, menumpuk dan menggerogoti tubuh kami. Kami menanti antrian para peneliti yang tertarik untuk mengkaji makna dan isi kami. Setelah itu kami hanya kembali menjadi tumpukan kertas yang tak berarti. - Menunggu Terkubur

*

Naskah Kuna Bukti Pencapaian Peradaban

“Penduduk” di Nusantara mengenal tulisan sekitar abad ke-5 dibuktikan lewat penemuan Prasasti Kutai di Kalimantan Timur sisa peninggalan Kerajaan Kutai. Mereka sudah mulai mendokumentasikan peristiwa yang terjadi pada masa itu ke dalam sebuah prasasti menggunakan jenis aksara Pallawa dan diukir di atas permukaan batu. Sementara naskah kuna tertua yang pernah ditemukan dan diteliti oleh Belanda adalah naskah ‘Negarakretagama’ peninggalan Kerajaan Majapahit dari abad ke-14/15. Ditulis di atas daun lontar menggunakan aksara Jawa kuna

Semenjak dahulu kala kawasan Nusantara  terkenal dengan keberagaman budaya dan adat istiadat. Masing-masing daerah mempunya ciri khas baik dalam bahasa dan jenis aksaranya. Lewat berbagai temuan dan kajian isi naskah kuna diberbagai daerah di Nusantara akhirnya dapat diketahui bahwa setiap daerah di Nusantara mempunyai kekayaan intelektual dalam berbagai kajian keilmuan. Kekayaan intelektual  inilah yang menarik perhatian para bangsa penjajah saat itu untuk memburu karya sastra leluhur kita. Tujuannya adalah untuk lebih mengenal dan mempelajari budaya masyarakat nusantara guna memuluskan kepentingan perluasan wilayah jajahan atau tujuan misionaris.

Mengenal tulisan pada masa itu adalah sesuatu yang sangat eksklusif. Tidak banyak orang mengerti dan mengenal tulisan. Pada masa itu yang menjadi penulis adalah para juru tulis terlatih di bawah perintah raja yang berkuasa. Namun banyak juga di antara mereka yang hanya rakyat biasa yang mengenal tulisan membiasakan diri menulis kisah dirinya sendiri atau kejadian yang ada di sekitarnya, seperti buku harian. Salah satu contohnya adalah salah naskah kuna yang dimiliki oleh penulis. Isi naskah bertemakan paririmbon yang ditulis oleh seorang rakyat biasa pada abad ke-18. Berisi tentang ramalan berdasarkan kajian ilmu astronomi. Menggunakan huruf Carakan dan berbahasa Cirebon.

Warisan Intelektual yang Terabaikan

Pada jaman dahulu ada berbagai bentuk media untuk dijadikan bahan menulis. Biasanya menggunakan berbagai macam bahan-bahan yang diolah dari alam. Di kawasan Nusantara biasanya menggunakan media daun lontar, kertas daluang (kertas yang dibuat dari serat kayu daluang) dan kulit binatang. Tinta yang digunakan biasanya menggunakan arang yang dihaluskan dicampur dengan sejenis getah. Alat tulisnya disesuaikan dengan media yang digunakan. Menulis di atas daun lontar menggunakan teknik ukiran atau diturih menggunakan sejenis pisau raut kecil lalu dilabur menggunakan tinta dari arang atau jelaga yang telah dicampur getah. Menulis di atas kertas daluang menggunakan kuas yang terbuat dari bulu unggas. Tinta yang digunakan berbahan jelaga dicampur getah. Sedangkan menulis di atas kulit binatang mirip dengan menulis di atas daun lontar.

Tema tulisan dalam naskah kuna sangat beragam. Namun, secara keseluruhan mempunyai muatan intelektual yang tinggi. Ada banyak kajian keilmuan yang sangat berharga apabila bisa kita teliti dengan seksama. Misalnya naskah kuna ‘Suluk Bangun Umah’ yang berasal dari Cirebon. Ditulis pada 1956 namun kajian ilmunya warisan dari abad ke-16. Salah satu bahasannya tentang ilmu arsitektur dan tata cara membangun rumah berdasarkan tasawuf Islam. Naskah ‘Negarakrtagama’ ditulis Mpu Kanwa yang berasal dari abad ke-14. Isinya bercerita tentang kisah perjalanan Hayam Wuruk Raja Majapahit mengunjungi daerah kekuasaannya. Naskah Lontar Sutajaya ditulis pada 1925 oleh Sutajaya yang menjelaskan cerita kedatangan Ratu Inggris ke Cirebon dilengkapi dengan ilustrasi berwarna yang memikat. Masih banyak lagi contoh-contoh naskah kuna yang tersebar di Nusantara baik yang sudah diteliti maupun disimpan sebagai pusaka nenek moyang. Mengangkat berbagai tema seperti mitologi, sastra, sejarah, pengobatan dan religi.

Dari sekian banyak naskah kuna yang ditemukan di Nusantara hanya sedikit yang berhasil diteliti dan diterjemahkan dan dikaji maknanya. Sisanya menjadi koleksi perpustakaan dan museum di luar negeri. Ada ratusan lebih jumlah naskah kuna yang berasal dari Nusantara tersebar di benua Eropa dan Amerika misalnya. Yang paling banyak mengoleksi adalah perpustakaan dan museum di Belanda dan Inggris. Sementara itu kondisi naskah kuna yang menjadi koleksi museum-museum di Indonesia sangat memprihatinkan. Beberapa naskah kuna yang punya nilai sejarah tinggi kini dalam kondisi rusak. Nyaris tidak ada perlakuan khusus pada koleksi naskah kuna tersebut. Hanya sekadar didata lalu dipajang seperti memajang patung dan prasasti. Tidak ada informasi lain yang dapat menerangkan secara rinci isi naskah tersebut. Akibatnya masyarakat umum tidak mengerti dan sadar akan kebesaran sejarah ilmu pengetahuan nusantara di masa lalu. Hanya mampu berdecak mengagumi bentuk naskah dan tulisannya yang dinilai eksotis dari balik kotak kaca.

Alasan biaya perawatan yang tinggi serta kurangnya perhatian dari pemerintah menjadikan kondisi koleksi naskah kuna di beberapa museum tidak terawat. Belum ada sebuah museum khusus yang menampung atau bahkan merawat secara serius semua kekayaan intelektual yang berasal dari masa lalu. Belum ada bank data atau sumber direktori data yang menampung semua informasi tentang isi naskah kuna yang dapat diakses secara gratis oleh masyarakat umum. Yang ada sekarang hanya katalog cetak dengan informasi yang sangat terbatas. Selama ini yang bertanggung jawab terhadap perawatan dan pelestarian naskah kuna adalah Perpustakaan Nasional yang terletak di Jalan Salemba Jakarta. Karena terbatas oleh anggaran dan sumber daya manusia akibatnya tidak semua naskah kuna yang tersebar di Indonesia mampu tertangani dengan maksimal.

Sikap feodal yang masih melekat kuat di masyarakat Indonesia menambah parah kondisi naskah kuna lainnya. Ada ribuan naskah kuna yang dimiliki oleh perseorangan atau yayasan pribadi. Naskah kuna tersebut dianggap sebagai benda bertuah/jimat dan tidak sembarang orang boleh membukanya. Hal itulah yang menyulitkan beberapa filolog (filolog adalah seorang ahli ilmu yang mempelajari kajian teks dalam naskah kuna) untuk melakukan kajian makna pada isi naskah tersebut karena terbentur pada sikap budaya yang feodalistik. Naskah kuna tersebut hanya disimpan dan diperlakukan seperti layaknya benda suci tanpa memperhatikan kaidah-kaidah perawatan naskah kuna.

Salah satu contoh kasus ketika penulis melakukan kunjungan ke sebuah situs di daerah Ciburuy, Garut. Di sana terdapat koleksi naskah lontar beraksara Buda, yang belum diteliti dan dikaji secara filologis. Perlakuan secara adat yang mensakralkan koleksi naskah kuna tersebut membuat kondisi naskah hanya terawat secara bentuk keseluruhan tidak pada bentuk tulisan. Kerusakan terjadi pada fisik naskah sehingga ketika akan dikaji tulisannya sudah tidak terbaca. Seperti halaman yang sudah tidak tersusun sehingga semakin menyulitkan filolog mengkaji makna dan isinya. Yang lebih memprihatinkan lagi fenomena ratusan koleksi naskah kuna milik perseorangan tersebut dijual ke pihak asing dan beralih status kepemilikannya.

Membaca Masa Lalu Demi Masa Depan

Negeri ini mempunyai sejarah masa pencapaian peradaban yang gemilang. Semuanya dapat dibuktikan melalui catatan yang terdapat dalam naskah kuna. Ada banyak hal yang sangat berguna apabila dikaji dan dipelajari kembali. Karena informasi yang ditulis dalam naskah kuna dapat dijadikan bahan kajian dan referensi untuk berbagai lintas keilmuan. Sebagai salah satu sumber informasi yang sangat berharga sudah selayaknya kita semua bisa belajar dan menyerap banyak manfaat dari naskah kuna tersebut.

Sesuai dengan apa yang telah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 32 Ayat 1 yang bunyinya: “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Ayat 2 berbunyi: “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”. Diturunkan lagi untuk contoh misalnya  kepada Perda Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 tentang “Pemeliharaan bahasa, sastra, dan aksara daerah”. Nilai-nilai lokal tersebut adalah salah satu bagian dari kajian akademik dan harus mampu menjawab tantangan kebutuhan intelektualitas juga membawa manfaat bagi semua kalangan masyarakat. Jadi, naskah-naskah kuna itu perlu diperhatian. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang menghormati sejarahnya. Naskah adalah saksi dari sejarah yang terjadi di negeri ini. Jadi kita harus memberlakukan naskah dengan seadil-adilnya jika memang kita ingin jati diri bangsa ini tidak akan goyah atau hilang ditelan bumi.

Ujungberung V, 17 Januari 2009

Foto diambil pada 21 Maret 2020 di Kebagusan, Jakarta.

Kategori: Filologi dan Tulisan.