Pasukan Panahan

Oleh Sinta Ridwan |

Dikejar Pasukan Panahan

Aku dan kamu itu seperti bertemu di tengah hutan Manglayang,
tempat berlatihnya pasukan panah dari Kerajaan Sunda.
Dalam keadaan terluka tertusuk anak-anak panah dan berlari,
menjauhi perang pasukan panah antarpatih yang cari muka raja.

Kita saling pandang luka di tubuh masing-masing.
Aliran darah sudah menghitam. Putihnya tulang samar mengabu.
Jari-jemari menghitung lubang yang masih tertutup batang panah.
Lalu mengambil sisa sobekan tenun Kanekes yang kupakai,
kuurai menjadi benang, lalu kumasukkan dua jepit rambut hitam
yang menyangga konde bulat rambutku.

Jari-jemari kita yang lolos dari ujung anak panah,
segera saling menjahit luka yang menganga di depan mata.
Namun, sebelum kesemuanya itu tertutup sulam,
kita sudah keburu lari semakin ke dalam ke perut hutan.

Karena terdengar derap langkah kuda pasukan panah,
yang menembus keheningan ular yang sedang tertidur.
Menyusuri tanda darah hitam yang menempeli tubuh ilalang.

Saint Cloud, 16 April 2015

*Puisi ini pernah dimuat di Seni Budaya, Harian Kabar Priangan pada Rabu, 27 Mei 2015 halaman 14 “Puisi-puisi Sinta Ridwan”.

Foto diambil pada 5 Juni 2015 di Saint Cloud.

Kategori: Mengolah dan Puisi.